Presiden Prabowo pidato di parlemen turki
Di bawah langit musim semi Ankara yang tenang, satu per satu kursi di Ruang Plenary Gedung Parlemen Turkiye terisi oleh para anggota parlemen, diplomat, dan tokoh negara. Di ruang yang menjadi jantung demokrasi Turkiye itu, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, berdiri dengan tenang namun tegap. Untuk pertama kalinya sejak dilantik, ia menyampaikan pidato kenegaraan di luar negeri dan Turki menjadi saksi dari peristiwa bersejarah ini.
“Merupakan sebuah kehormatan besar bagi saya untuk hari ini berdiri di hadapan Anda semua di ruangan yang bersejarah ini, jantung demokrasi Turkiye, untuk menyampaikan salam hangat dari 280 juta rakyat Indonesia, negara muslim terbesar di dunia,” tuturnya, membuka pidato dengan nada hangat yang memecah keheningan ruangan.
Dalam pidatonya, Presiden Prabowo tak hanya membawa salam persahabatan, namun juga pesan nurani. Ia mengangkat suara bagi mereka yang selama ini tak terdengar—bangsa yang tertindas, terutama rakyat Palestina. Dengan kata-kata yang tegas namun sarat empati, ia menyampaikan kritik terhadap negara-negara yang bersuara lantang soal demokrasi dan hak asasi manusia, namun memilih bungkam ketika kezaliman berlangsung di depan mata.
“Mereka berbicara soal keadilan, tapi diam ketika keadilan direnggut dari tangan-tangan kecil yang tak mampu membela diri,” ungkapnya.
Lebih dari sekadar pidato, kehadiran Prabowo di Ankara menjadi simbol harapan baru bagi kerja sama negara-negara muslim. Ia menyerukan sinergi antara Indonesia dan Turkiye, bukan sekadar hubungan diplomatik biasa, melainkan persaudaraan sejati yang bisa membangun peradaban yang adil dan sejahtera.
“Saya percaya, jika kita bersatu, suara kita akan lebih lantang dan lebih didengar oleh dunia,” katanya, menutup pidato dengan keyakinan yang menggugah.
Hari itu, bukan hanya diplomasi yang tercatat dalam sejarah. Tapi juga pesan tulus seorang pemimpin yang membawa suara 280 juta rakyat Indonesia, bergema di ruang parlemen negeri dua benua, demi masa depan dunia yang lebih damai dan adil.
Penulis : Rifqi M. Firdaus, Mahasiswa MBZUH Abudhabi
Comments0