Bagi kalangan aktivis buruh migran Indonesia di Arab Saudi, seperti Garda BMI Riyadh melihat peringatan
Hari Pahlawan bukan sekadar momentum seremonial yang diperingati setiap 10
November. Di tengah kerasnya realitas kehidupan para pekerja migran, makna
kepahlawanan justru dimaknai sebagai bentuk perjuangan tanpa senjata—perjuangan
melawan ketidakadilan, eksploitasi, dan praktik perdagangan orang (TPPO) yang
hingga kini masih membayangi kehidupan banyak pekerja migran perempuan
Indonesia.
Para aktivis melihat bahwa semangat kepahlawanan harus diterjemahkan
dalam konteks kekinian, yaitu keberanian untuk bersuara, saling melindungi, dan
memperjuangkan martabat sesama pekerja migran. Mereka menyebut, di balik
wajah-wajah para pahlawan devisa, masih tersimpan banyak kisah pilu: gaji yang
tidak dibayar, penyiksaan majikan, hingga jeratan sindikat perekrutan ilegal
yang menjerumuskan pekerja ke dalam jaringan TPPO. Fenomena ini, bagi mereka,
adalah bentuk penjajahan modern yang harus dilawan dengan semangat heroik yang
sama seperti para pahlawan bangsa dahulu.
Bagi para aktivis, kasus-kasus TPPO yang menimpa pekerja migran
perempuan Indonesia di Arab Saudi adalah cermin dari lemahnya sistem
perlindungan dan masih adanya praktik eksploitasi terstruktur yang memanfaatkan
kerentanan ekonomi di tanah air. Banyak calon pekerja yang berangkat dengan
mimpi sederhana—ingin memperbaiki nasib keluarga—namun justru terjebak dalam
situasi tidak manusiawi, bahkan diperdagangkan untuk tujuan prostitusi atau
kerja paksa.
Dalam konteks inilah, semangat Hari Pahlawan dihidupkan kembali oleh
para aktivis buruh migran melalui kegiatan advokasi, pendampingan hukum, hingga
kampanye kesadaran publik di komunitas-komunitas pekerja Indonesia di berbagai
kota seperti Riyadh, Jeddah, dan Dammam. Mereka berupaya menanamkan kesadaran
bahwa kepahlawanan masa kini tidak hanya berbicara tentang perjuangan fisik,
tetapi tentang keberanian untuk menegakkan keadilan sosial dan melawan segala
bentuk eksploitasi terhadap manusia.
Sebagaimana disampaikan oleh salah satu aktivis komunitas buruh migran
di Jeddah, “Menjadi pahlawan hari ini artinya berani melawan ketidakadilan dan
memperjuangkan hak-hak kita sebagai manusia. Kami tidak membawa senjata, tapi
kami membawa suara.”
Dengan demikian, Hari Pahlawan menjadi cermin reflektif bagi para buruh
migran di Arab Saudi—bahwa semangat perjuangan bangsa tidak berhenti di medan
perang, melainkan terus hidup di tangan-tangan mereka yang berani melawan
ketidakadilan modern seperti TPPO. Para aktivis buruh migran pun menegaskan,
setiap upaya penyelamatan dan advokasi terhadap korban TPPO adalah bentuk nyata
kepahlawanan masa kini.
Comments0